Satu lagi aspek yang harus Anda kenali dalam analisis
teknikal, yaitu: “Chart Pattern”. Sebelumnya, Saya sarankan Anda untuk
memahami bacaan pada bab Trendline dan Support & Resistance terlebih
dahulu sebelum melanjutkan bab ini. Alasannya adalah karena Chart
Patterns pada dasarnya dibentuk oleh sekumpulan konsep yang terdapat
pada Trendline dan Support & Resistance. Sifat-sifat yang dimiliki
Chart Patterns pun tidak akan jauh berbeda dengan apa yang sudah
dibahas pada bab-bab tersebut. Maka dari itu, demi menghindari “miss”
dalam pembahasan kali ini, silahkan dengan lapang dada Anda mengulang
bacaan pada bab Trendline dan Support & Resistance. Untuk yang
merasa sudah memahami, silahkan lanjutkan bab ini.
Sempat disinggung di atas, bahwa Chart Pattern adalah
pola grafik yang terbentuk dari sekumpulan konsep yang terdapat pada
Trendline dan Support & Resistance. Pola ini pun pada dasarnya
terbentuk oleh adanya kesepahaman trader di seluruh penjuru dalam
mengidentifikasi dan merespons situasi maupun kondisi yang terjadi. Sama
seperti yang sudah kita bahas pada bab Support & Resistance, kan?
Sehingga, bisa dibilang yang menjadi konsep dasar pada bahasan kita kali
ini adalah Support dan Resistance. Jadi, bagi yang belum paham akan
konsep tadi dan ngeyel kepingin terus lanjut bab ini, tanggung sendiri
ya resikonya!
Awalnya, Chart Patterns tidaklah menjadi satu hal yang
diperhitungkan dalam analisis teknikal. Sampai pada tahun 1920-an,
seorang akuntan bernama Ralph Nelson Elliot mengemukakan hasil
pengamatannya tentang hubungan antara konsep dasar pada Support dan
Resistace dengan kecenderungan harga membentuk suatu pola. Apa yang
dikemukannya tadi secara tidak langsung memperkuat anggapan yang telah
ada sebelumnya bahwa manusia mempunyai perasaan atau emosi yang sama
terhadap suatu situasi maupun kondisi. Dengan dasar anggapan itu Elliot
memperkirakan reaksi manusia (baca: trader) akan selalu sama sampai
kapanpun. Hal inilah yang membuat suatu pola cenderung berulang sehingga
sangat dimungkinkan untuk diprediksi atau—paling tidak—dipahami
kebiasaannya.
Sebetulnya Chart Patterns hanyalah bentuk yang lebih
spesifik dari suatu fase pada sebuah trend. Chart Patterns merangkum
seluruh aktivitas perdagangan yang ada secara perspektif dan formatif.
Dikatakan perspektif karena pola yang terbentuk akan sangat bergantung
pada sudut pandang yang melihatnya. Dan, dikatakan formatif karena Chart
Pattern terdiri dari formasi-formasi khusus yang terbentuk oleh
pergerakan harga.
Berbicara mengenai perspektivitas, pada dasarnya Chart
Pattern dapat ditemukan dari sudut pandang yang bagaimanapun dan seperti
apapun. Namun memang, apa yang diangkat dalam hal ini bukanlah
semata-mata perspektivitasnya saja melainkan pula validitasnya. Tingkat
validasi (validitas) Chart Patterns yang dilihat dari sudut pandang
(timeframe) yang luas tentu akan lebih tinggi daripada validitas Chart
Patterns yang terlihat di sudut pandang yang sempit. Validitas Daily
Charts akan lebih tinggi daripada Hourly Charts dan validitas Weekly
Charts akan lebih tinggi daripada Daily Charts. Begitu seterusnya.
Dari segi formasinya Chart Patterns terbagi ke dalam dua
kategori, yaitu: pola pembalikan arah (Reversal Patterns) dan pola
berkesinambungan/berkelanjutan (Continuation Patterns). Seperti apa yang
sudah dibahas pada bab TREND, reversal adalah situasi dimana pergerakan
harga mulai berganti arah. Dengan kata lain Reversal Patterns adalah
pola yang mengindikasikan pembalikan arah trend yang sedang berlangsung.
Sedangkan Continuation Patterns, sesuai dengan namanya, adalah pola
yang mengindikasikan terjadinya keberlanjutan sebuah trend yang sedang
berlangsung walaupun pada nyatanya mungkin akan didahului dengan koreksi
yang wajar. Pesan terselubung yang dapat Anda ambil dalam hal ini
adalah bagaimana pada nantinya Anda bisa mengindentifikasi dan
memanfaatkan secepat mungkin informasi yang ada dengan pemahaman kedua
kategori Chart Patterns tersebut. Lagi-lagi, hal ini bertujuan bukan
hanya demi keuntungan semata, melainkan keuntungan yang optimal.
Dua kategori Chart Patterns tadi memiliki
bentuk-bentuknya masing-masing. Dan, bentuk-bentuk yang terdapat pada
charts tentu sangat banyak jumlahnya. Namun pada umumnya, ada beberapa
bentuk yang terkenal dikalangan trader. Berikut bentuk-bentuk yang
dimaksud berdasarkan kategorinya:
- Reversal Chart Patterns:
- Head and Shoulders
- Inverted Head and Shoulders
- Triple Tops
- Triple Bottoms
- Double Tops
- Double Bottoms
- Continuation Chart Patterns:
- Triangles
- Flags
- Pennants
- Rectangles
- Cup and Handle
REVERSAL CHART PATTERNS
Head and Shoulders
OK! Kita awali dengan Head and Shoulders. Pola yang
sering disingkat “HAS” ini merupakan pola yang paling populer di
kalangan trader. Sesuai dengan namanya, pola ini memiliki bentuk yang
menyerupai bagian tubuh manusia, yaitu “kepala” dan “bahu”. Selain
karena bentuknya yang khas, pola ini menjadi sangat populer karena
sangat mudah ditemui pada pergerakan harga.
Head and Shoulders, dikatakan oleh para pakar analisis
teknikal, sebagai pola terkuat dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
Mengutip pernyataan Thomas N. Bulkowski (dari karyanya yang berjudul Encyclopedia of Chart Patterns)
yang juga menguatkan pendapat di atas, Ia menyebutkan dalam
penelitiannya terhadap pergerakan 500 jenis saham selama periode
1991-1996 (lima tahun) terdapat 431 pola Head and Shoulders yang
validasinya cukup meyakinkan. 25 di antaranya merupakan sinyal
konsolidasi sedangkan 406 lainnya merupakan sinyal reversal. Itu artinya
tingkat kegagalan yang terdapat pada pola Head and Shoulders ini
hanyalah sebesar 6-7%.

Gambar di atas adalah ilustrasi pola Head and Shoulders
yang di awali dengan trend naik (bullish/up-trending). Oh ya, sangat
penting untuk kita sebelum mengidentifikasi suatu pola, selalulah
perhatikan trend yang mengiringinya.
Seperti yang sudah di bahas pada bab Trendline,
pergerakan up-trending chart bisa dilihat dari “lembah-lembah” (A – C –
E) dan “puncak-puncak” (Titik B – D) yang semakin lama semakin tinggi
(Gambar 1). Atau istilahnya memiliki Higher Lows & Higher Highs.
Pola seperti yang diilustrasikan di atas menggambarkan situasi suatu
trend naik yang masih normal (titik A – D). Namun, kemudian menjadi
kehilangan momentumnya; yang juga mengindikasikan adanya pelemahan dari
trend yang sedang berlangsung, yaitu up-trend. Hal tersebut ditunjukkan
dengan ketidakmampuan harga membentuk titik puncak baru (F) yang lebih
tinggi (new higher highs) dari puncak sebelumnya (D). Ketika mendapati hal seperti ini, biasanya kebanyakan dari trader akan lebih memilih untuk wait and see
ketimbang ikut bertransaksi. Sehingga mengakibatkan harga semakin
kehilangan kekuatannya untuk terus bergerak naik. Lembah yang terbentuk
sebelum puncak tertinggi (C) dan lembah yang terbentuk sebelum puncak
terakhir (E) nantinya dapat dijadikan konfirmasi lanjutan untuk
kepastian pola ini. Lembah ‘C’ dan lembah ‘E’ tersebut jika kita tarik
garis lurus bisa kita manfaatkan sebagai suatu support yang disebut
garis leher (neckline). Dan, jika neckline tersebut berhasil
ditembus, bisa dikatakan harga sudah mulai berpaling dari trend bullish
menuju trend bearish.
Lalu bagaimana dengan targetnya? Setelah neckline
terkonfirmasi telah tertembus, yang menjadi target pergerakan harga
selanjutnya tentu saja support yang sudah ada sebelumnya. Seperti yang
sudah kita pelajari, menentukan support salah satunya bisa dengan cara
manual, yaitu dengan melihat support yang ada pada riwayat harga dalam
chart lalu menghubungkannya dengan garis. Namun, ada metode yang cukup
menarik dalam hal ini dan dirasa cukup efektif, yaitu dengan mengukur
jarak vertikal antara head (D) pada pola dengan garis leher (neckline)
yang terbentuk untuk nantinya dijadikan sebagai proyeksi target (lihat
Gambar 2). Lebih menariknya, ini berlaku tidak hanya pada pola Head and
Shoulders, melainkan juga pada pola Chart Pattern lainnya.

Ingat! Ini hanya berlaku untuk pola Head and Shoulder
pada trend bullish yang pergerakannya jelas. Artinya, perspektivitas
sangat berpengaruh dalam hal ini. Sedangkan untuk melihat trend
pergerakan harga yang jelas, Anda harus menggunakan sudut pandang yang
luas pula. Sudut pandang yang luas hanya bisa Anda peroleh dengan
menggunakan timeframe berskala besar (Daily – Monthly). Sehingga
seringkali suatu pola khususnya pola Head and Shoulders ini
diidentifikasi dengan menggunakan timeframe tersebut. Walaupun memang
suatu pola dapat ditemukan pada timeframe berapapun, namun tetap yang
harus Anda utamakan adalah validitasnya.
Sebagai contoh, Saya akan menunjukkan grafik pergerakan
harga pada bursa Dow Jones Averages Industrial. Silahkan simak gambar di
bawah:

Gambar 3.
Pola Head and Shoulders yang terbentuk pada indeks Dow Jones akhir
tahun 2007 – awal tahun 2008 dilihat dari timeframe mingguan (weekly
charts).
Terbukti, setelah pola Head and Shoulders terkonfirmasi
(neckline tertembus), harga merosot secara signifikan bahkan melebihi
target yang berdasarkan proyeksi jarak Head dan Neckline-nya.
Sekadar info (bisa dibuktikan sendiri), pada gambar di
atas, setelah pola tersebut terbentuk, indeks Dow Jones mengalami
penurunan hebat. Entah memang kebetulan atau bagaimana, pada pergerakan
Dow Jones tersebut, pola Head and Shoulders muncul bertepatan dengan
resesi yang mendera Amerika Serikat pada tahun 2008 hingga akhir tahun
2009.
Inverted Head and Shoulders
Ini adalah versi lain dari pola Head and Shoulders.
Bentuknya sama percis dengan pola yang sudah kita pelajari sebelumnya,
namun dengan posisi yang terbalik. Jika pada Head and Shoulders
sebelumnya si “kepala” menghadap ke atas, pada pola ini “kepala” atau
head-nya akan menghadap ke bawah. (Seperti orang yang sedang melakukan
handstand).
Sama halnya dengan Normal Head and Shoulders, pola ini
pun merupakan pola terkuat dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi.
Masih mengutip keterangan Thomas, bahwa statistik menunjukkan dalam
periode yang sama (tahun 1991-1996) terjadi sebanyak 330 kali pola
Inverted Head and Shoulders (lebih sedikit jika dibandingkan dengan Head
and Shoulders) dan di antaranya terdapat hanya 5% tingkat kegagalan.
Itu artinya, hanya terjadi sebanyak 16-17 kali sinyal konsolidasi, dan
sisanya merupakan sinyal reversal.

Di atas adalah ilustrasi pola Inverted Head and
Shoulders. Pola ini selalu diawali dengan pergerakan trend turun
(bearish/down-trend).
Sama seperti mengidentifikasi trend pada umumnya,
mengidentifikasi down-trending charts pun dapat dilihat pada
“puncak-puncak” (A – C – E) dan “lembah-lembah” (B – D) yang semakin
lama semakin turun. Istilahnya: Lower Highs & Lower Lows.
Diilustrasikan pada gambar di atas, pergerakan down-trending yang masih
normal dari titik A hingga titik D. Namun, perlahan kehilangan
momentumnya yang mengindikasikan adanya pelemahan trend yang sedang
berlangsung, yaitu down-trend. Hal tersebut ditunjukkan dengan
ketidakmampuan harga membentuk titik lembah baru (F) yang lebih rendah
(new lower lows) dari lembah sebelumnya (D). Puncak yang terbentuk
sebelum lembah tercuram (C) dan puncak yang terbentuk sebelum lembah
terakhir (E) nantinya dapat dijadikan sebagai konfirmasi lanjutan atas
pembentukan pola ini. Pada puncak C dan E tersebut, jika kita tarik
garis lurus dapat kita jadikan sebagai suatu resistance yang pula
disebut sebagai neckline. Dan, jika neckline tersebut berhasil ditembus,
bisa dikatakan harga sudah mulai berpaling dari trend bearish menuju
trend bullish.
Untuk penentuan targetnya pun tidak berbeda dengan pola
Head and Shoulders. Target bisa ditentukan secara manual dengan melihat
riwayat harga yang mengandung resistance untuk dijadikan target atas
pergerakan harga mendatang. Namun, bisa pula dengan memproyeksikan jarak
“Head” (D) dan neckline untuk dijadikan target terdekat yang akan
disentuh oleh harga. Seperti pada gambar berikut:

Dan berikut adalah contoh terbentuknya pola Inverted
Head and Shoulders yang Saya ambil dari pergerakan harga mata uang euro
terhadap dolar:

Gambar 6. Pola Inverted Head and Shoulders pada mata uang EUR/USD pertengahan tahun 2010 dilihat dengan timeframe harian (daily charts).
Di atas adalah contoh empiris terbentuknya pola Inverted
Head and Shoulders. Mata uang euro melambung tinggi terhadap dolar
setelah neckline pada pola tersebut tertembus. Seperti yang terlihat
pada gambar di bawah ini:

Gambar 7.
Euro melambung terhadap dolar setelah pola Inverted Head and Shoulders
terkonfirmasi (yang dilingkari). $EURUSD mencapai nilai tertingginya
pasca pembentukan pola ini pada 5 April 2011 (seperti yang ditunjukkan
tanda panah).
Sekali lagi, terbukti pola ini, baik Inverted Head and
Shoulders maupun yang normal, memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Yang
jika pola terkonfirmasi, akan ada pembalikan arah trend yang disebut
reversal. Target yang telah diproyeksikan pun—tanpa perlu diurai dalam
gambar—terlihat telah tercapai bahkan jauh melampaui target yang telah
ditentukan berdasarkan metode proyeksi.
Triple Tops
Selanjutnya adalah Triple Tops. Berbicara
mengenai jenis-jenis pola yang mengandung “Top” pada penamaannya,
sebenarnya pola-pola tersebut hanyalah bentuk dari adanya pergerakan
harga yang stuck / tertahan pada suatu level resistance. Dan, pada pola
Triple Tops ini, pergerakan harga membentuk tiga puncak yang bisa
dibilang memiliki tinggi (top) yang sama karena adanya resistance di
area tersebut. Walaupun memang pada kenyataannya seringkali tops atau
“puncak-puncak” yang terbentuk tidak selalu sama percis (tingginya),
namun seperti yang dikemukakan Elaine Yager, Direktur sebuah perusahaan
investasi di Amerika, bahwasannya jika ketiga puncak yang terbentuk
masih dalam area yang berdekatan, maka keadaan seperti itu dapat
dikatakan memenuhi kriteria sebuah pola Triple Tops. Pola yang satu ini
merupakan turunan dari pola Head and Shoulders dan termasuk ke dalam
golongan pola yang langka. Dengan kata lain pola ini sangat jarang
ditemui di dalam charts pergerakan harga.

Gambar di atas adalah gambaran umum tentang pola Triple
Tops. Terlihat bagaimana besarnya upaya harga dalam menguji level
resistance pada gambar tersebut. Gagalnya upaya harga yang pertama kali
(A) akan mengakibatkan terjadinya pergerakan korektif dan akan
menciptakan sebuah support (dapat juga disebut neckline) ketika
pergerakan korektif tersebut berakhir (B). Harga yang kembali memantul
ke atas pasca berakhirnya pergerakan korektif tadi kemungkinan besar
akan tertahan kembali dan dipantulkan lagi oleh resistance (C). Setelah
gagal pada upayanya yang kedua tersebut, harga akan mulai menguji level
support yang terbentuk berdasarkan lembah sebelumnya, yaitu titik B.
Jika support gagal ditembus, harga dipastikan akan mendekat kembali ke
level resistance (E). Namun, jika support tadi tertembus, maka yang
terjadi adalah harga hanya membentuk dua buah puncak atau disebut dengan
pola Double Tops (akan dibahas pada bahasan selanjutnya). Seperti yang
kita ketahui bahwa resistance yang sering diuji dan gagal ditembus
merupakan resistance dengan katagori strong (strong resistance). Pada
contoh ini harga telah menguji resistance sebanyak dua kali dan gagal
menembus sebelum membentuk top 3 (E). Sebagaimana mestinya, ketika
berhadapan dengan sebuah strong resistance harga cenderung akan tertahan
dan kembali memantul ke level support, seperti yang digambarkan pada
puncak E. Ketika telah tercipta tiga puncak yang tingginya (relatif)
sama, support yang ada akan menjadi ujian terakhir bagi harga. Pada
kondisi ini harga memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menembus
support tersebut karena memang pada kenyataannya jarang sekali (bahkan
tidak ada) statistik yang menunjukkan harga membentuk suatu puncak
hingga sebanyak empat kali. Artinya, dapat dipastikan—atau paling tidak
sangat besar kemungkinannya—harga akan menembus level support yang juga
sebagai neckline tersebut.
Sesuai dengan kategorinya sebagai Reversal Chart
Pattern, Triple Tops memiliki akurasi yang cukup tinggi atas sinyal
reversal. Harga dipastikan akan berpaling dari trend bullish menjadi
bearish selama beberapa waktu. Kisaran waktunya memang tidak bisa
dipastikan, namun seperti yang kita tahu sebuah trend bisa berlangsung
paling singkat dua minggu sampai dengan enam minggu. Mengenai
targetannya pun Triple Tops dapat mengadopsi metode proyeksi seperti
yang sudah dibahas sebelumnya. Berikut contohnya:

Dan berikut contoh empiris dari pola Triple Tops pada mata uang USDCHF (US$ vs Swiss Franc):

Gambar 10. Pola Triple Tops pada pasangan mata uang US dollar – Swiss franc.
Perlu saya perjelas bahwa penarikan garis leher
(neckline) pada pola ini sangat bergantung pada subjektivitas seseorang.
Namun, beberapa pakar menyarankan untuk lebih mengutamakan menarik
garis horizontal dari lembah yang terbentuk setelah “top 1” (titik B
pada Gambar 9.) sebagai neckline. Hal ini berlaku tidak hanya pada pola
Triple Tops, melainkan pula pada pola “Tops” lainnya dan bahkan pada
pola “Bottoms”. Meskipun demikian, tak jarang trader yang menarik
neckline berdasarkan lembah-lembah yang terbentuk. Saya tidak bisa
menyarankan untuk memilih salah satunya. Tapi, lagi-lagi, silahkan Anda
kenali karakter diri terlebih dahulu. Jam terbang akan secara otomatis
mengajari Anda.
Triple Bottoms
Triple Bottoms adalah kebalikan dari Triple Tops.
Bedanya adalah pada pola ini trend yang mengawalinya haruslah selalu
bearish. Jika tidak, maka patut untuk diragukan validitasnya. Kebalikan
dari Triple Tops, Triple Bottoms membentuk tiga buah lembah yang
posisinya berada di dasar sebuah trend bearish. Sama seperti Triple
Tops, pola ini mengindikasikan adanya sinyal reversal dari bearish
menjadi bullish. Pola yang merupakan turunan dari Inverted Head and
Shoulders ini pun termasuk ke dalam golongan pola langka yang sangat
jarang ditemui dalam charts.

Cara menentukan garis resistance pada pola ini pun
beraneka ragam, namun secara umum resistance ditentukan dengan menarik
garis mendatar (horizontal) pada titik tertinggi di antara lembah A dan
C. Target pada pola ini juga dapat ditentukan dengan memproyeksikan
jarak vertikal pada titik terendah pada lembah dengan resistance /
neckline.

Berikut contoh Triple Bottoms yang terlihat pada mata uang USD/CAD (US dollar vs Canada dollar):

Gambar 13. Pola Triple Bottoms terlihat pada $USDCAD dilihat dari timeframe satu jaman (hourly).
Double Tops
Pola turunan dari Pola Triple Tops ini adalah pola yang
memiliki dua buah puncak (top) pada pembentukannya dan mengindikasikan
sinyal reversal dari bullish menjadi bearish. Idealnya, puncak-puncak
yang terbentuk pada pola ini memiliki ketinggian yang sama. Namun,
seperti yang dikatakan Elaine Yager, meskipun memiliki ketinggian yang
berbeda, asalkan masih pada area yang berdekatan, suatu pola dapat
dikatakan terbentuk. Meskipun demikian, seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, konfirmasi lebih lanjut atas validasi suatu pola—khususnya
Double Tops—adalah pada penembusan area support dan resistancenya yang
dalam hal ini tidak bukan adalah neckline*.
*Ditegaskan dengan kata
“dalam hal ini” karena tidak semua pola dalam Chart Patterns memiliki
neckline. Beberapa pola hanya mengacu pada support dan resistance yang
terbentuk dengan khasnya masing-masing.
Sama halnya dengan pola “Tops” lainnya, Double Tops
haruslah diawali dengan pergerakan up-trending baru bisa dikatakan
valid. Jika dibandingkan dengan pola-pola “Triple”, statistik untuk
pola-pola “Double” lebih banyak jumlahnya. Dengan kata lain, pola-pola
Double lebih sering ditemui dalam charts. Masih menurut Thomas N.
Bulkowski, terdapat 454 formasi Double Tops yang terbentuk dalam periode
tahun 1991-1996. Sebanyak 341 merupakan sinyal reversal, dan 113
lainnya adalah sinyal konsolidasi. Itu artinya, Double Tops pun dapat
dikatakan pola dengan tingkat kegagalan (failure rate) yang
cukup rendah, yaitu sekitar 16-17%. (Sedikit lebih tinggi dibandingkan
pola-pola Triple yang memiliki failure rate hanya sebesar 6-7%).

Namun, dikarenakan intensitasnya yang cukup sering
ditemui dalam charts, pola “Double”—khususnya Double Tops—seringkali
mengecoh para trader; bukannya reversal, yang terjadi malah harga
melanjutkan trend sebelumnya (seperti pada Gambar 15.). Maka dari itu,
untuk menghindari jebakan (traps) semacam ini, jangan sekali-kali Anda masuk dalam posisi yang prematur atau posisi yang belum meyakinkan validasinya.

Konfirmasi validasi pada Double Tops haruslah menunggu
support yang terbentuk dari lembah (B) tertembus. Ini dapat
meminimalisir resiko yang ada seperti kejadian di paragraf sebelumnya.
Target yang dapat dicapai pun dapat kita perkirakan dengan metode
proyeksi, yaitu dengan memproyeksikan jarak vertikal titik puncak dengan
support / neckline.

Berikut saya paparkan contoh pola Double Tops yang terlihat pada mata uang USD/CAD:

Gambar 17. Pola Double Tops pada USDCAD dilihat dari timeframe H1 (hourly).
Selain pada $USDCAD, pola Double Tops juga sering ditemui pada “Major Pair“, seperti $EURUSD:

Gambar 18. Double Tops pada EUR/USD pertengahan tahun 2008 dilihat dengan timeframe D1 (harian/daily).
Double Bottoms
Double Bottoms adalah turunan dari pola Triple Bottoms.
Pola ini termasuk ke dalam katagori pola reversal karena mengindikasikan
adanya perubahan arah trend dari bearish menjadi bullish. Sesuai dengan
namanya, pola ini membentuk dua buah lembah pada “dasarnya” dan
menggunakan resistance sebagai neckline untuk acuan validasinya.
Mengenai hal lainnya, rasanya tidak perlu lagi Saya jabarkan karena apa
yang ada pada Double Bottoms kurang lebih sama dengan Double Tops. Yang
membedakan hanyalah posisinya yang menghadap ke bawah karena didahului
oleh pergerakan down-trending. Ingat! Selalulah perhatikan trend yang
mengawalinya. Perhatikan gambar di bawah:

Seperti biasa, mengenai targetnya pun pola Double
Bottoms dapat mengadopsi metode proyeksi jarak vertikal antara head
dengan neckline yang ada. Seperti pada gambar di bawah ini:

Dan berikut salah satu contoh pola Double Bottoms yang terlihat pada chart:

Gambar 21. Double Bottoms yang terlihat di charts $EURUSD pertengahan tahun 2001, dilihat dari timeframe D1 (daily charts).
CONTINUATION CHART PATTERNS
Triangles
Oke, beralihlah kita pada kategori pola-pola keberlanjutan (Continuation Chart Patterns).
Kita awali dengan pola Triangles. Sesuai artinya, pola ini memiliki
bentuk menyerupai segitiga yang jika didiktekan semakin lama semakin
menyempit pergerakannya. Sisi atas dan sisi bawah pada pola ini nantinya
dapat digunakan sebagai titik acuan (resistance dan support). Pola
Triangles terbagi lagi ke dalam tiga sub-bagian, yaitu: Symetrical Triangle (Segitiga Simetris), Ascending Triangle (Segitiga Mendaki), Descending Triangle (Segitiga Menurun).
- Symetrical Triangle
Symetrical Triangle adalah formasi yang sifatnya netral atau tidak memiliki kecondongan terhadap keberlanjutan satu trend saja. Artinya, sub-pola ini dapat menjadi sinyal bagi keberlanjutan trend bearish maupun bullish dengan bentuk yang sama sekali tidak berbeda. Pola segitiga simetris untuk keberlanjutan trend bullish disebut Bullish Symetrical Triangle dan untuk keberlanjutan trend bearish disebut Bearish Symetrical Triangle. - Bullish Symetrical Triangle
Untuk memastikan validasi dari Bullish Symetrical Triangle (BUST) dibutuhkan paling tidak (minimal) empat titik reversal (A, B, C, dan D pada Gambar 22.). Maksudnya, setiap sisi, baik sisi atas (resistance) maupun sisi bawah (support), haruslah–paling tidak–memiliki dua buah titik pullback; A dan C untuk sisi atas, B dan D untuk sisi bawah. Dan, sesuai dengan namanya pula, sudah semestinya sub-pola jenis ini didahului oleh pergerakan trend naik (up-trending/bullish).
Secara umum, pola ini terjadi ketika volatilitas harga mulai menurun. BUST seakan-akan menunjukkan pelemahan atas trend bullish namun kemudian dengan tiba-tiba melanjutkan trend tersebut dengan volume (power) yang bisa dikatakan lebih besar.
Secara mendasar (berdasarkan Gambar 22.), pola ini terbentuk ketika terjadi koreksi pada rally yang berakhir di puncak A, kemudian koreksi tadi untuk sementara berakhir dan melanjutkan rally kembali dari lembah B ke puncak C. Puncak C haruslah lebih rendah dari puncak sebelumnya untuk validasi pola ini. Setelah itu rally kembali berakhir di puncak C dan menyebabkan koreksi dari puncak C ke lembah D. Jika sudah begini (sudah terdapat empat titik reversal/pullback), maka garis yang menggambarkan sisi atas dan bawah (resistance dan support) sudah boleh digambarkan. Penggambaran garis ini memang tidak wajib hukumnya, melainkan sunnah. Yang artinya; jika dilakukan mendapat pahala, dan jika tidak pun tidak apa-apa. (Berasa lagi dakwah jadinya gue). Tapi itu serius kok. Maksudnya dilakukan penarikan garis hanya untuk mempertegas sisi-sisi yang terbentuk pada pola ini agar lebih mudah dilihat oleh penggunanya. Lalu, untuk konfirmasi validasi atas pola ini lazimnya harga harus ditutup (closing) di atas atau menembus resistance.
“Pak, bagaimana dengan targetnya?” | “Ups, hampir Saya lupa.” | Target terdekat pada pola ini pun bisa berdasarkan metode proyeksi. Acuannya adalah jarak lembah pertama yang terbentuk (B) dengan garis resistance. Seperti ilustrasi di bawah:
Berikut adalah contoh pola BUST yang tampak pada pergerakan harga mata uang euro terhadap yen Jepang:
Gambar 24. Pola Bullish Symetrical Triangle pada EUR/JPY akhir tahun 2005, dilihat dari timeframe harian (daily charts).
Gambar 25. Keberlanjutan trend bullish pasca terbentuknya pola Bullish Symetrical Triangle, masih dilihat dari timeframe harian namun dengan memperkecil tampilan (minimize) grafik.
- Bearish Symetrical Triangle
Sama halnya seperti BUST, Bearish Symetrical Triangle (BEST) pun membutuhkan paling tidak empat titik reversal/pullback dalam validasinya (titik A, B, C, dan D pada Gambar 26.). Yang mana, dua titik diantaranya (A-C dan B-D) masing-masing mewakili setiap sisi (sisi atas dan sisi bawah) pada pola. Satu-satunya perbedaan BEST dengan BUST adalah pada trend yang mengiringinya. Jika pada BUST diiringi oleh trend bullish, maka pada pola BEST haruslah diiringi atau diawali oleh trend bearish.
Secara umum, pola ini terjadi ketika volatilitas harga mulai menurun. BEST seakan-akan menunjukkan pelemahan atas trend bearish namun kemudian dengan tiba-tiba melanjutkan trend tersebut dengan volume (power) yang bisa dikatakan lebih besar.
Secara mendasar (berdasarkan Gambar 26.), pola ini terbentuk ketika terjadi pergerakan impulsive** pada ‘rally’ yang berakhir di puncak A, kemudian impulsive tadi untuk sementara berakhir dan melanjutkan rally kembali dari puncak B ke lembah C. Lembah C haruslah lebih tinggi dari lembah sebelumnya untuk validasi pola ini. Setelah itu rally kembali berakhir di lembah C dan menyebabkan pergerakan impulsive dari lembah C ke puncak D. Jika sudah begini (sudah terdapat empat titik reversal/pullback), maka garis yang menggambarkan sisi atas dan bawah (resistance dan support) sudah boleh digambarkan. Lalu, untuk konfirmasi validasi pola ini harga harus ditutup di bawah (menembus) support.
**Kata “impulsive” sering digunakan trader untuk mengartikan pergerakan “korektif terbalik”.
Target terdekatnya dapat ditentukan dengan metode proyeksi, yaitu dengan memproyeksikan puncak pertama yang terbentuk (B) dengan garis support. Seperti pada ilustrasi di bawah:
Berikut contoh pola BEST yang nampak pada pergerakan mata uang dolar AS terhadap dolar Kanada:
Gambar 28. Pola Bearish Symetrical Triangle terlihat mewarnai pergerakan mata uang USD/CAD sepanjang bulan Oktober, 2011. Dilihat dari timeframe satu jaman (hourly charts).
Pada Gambar 28., walaupun dilihat dari timeframe yang sempit (H1), harga mampu melanjutkan trend bearishnya sampai beberapa minggu ke depan pasca terbentuknya pola BEST ini.
- Ascending Triangle
Ascending Triangle atau biasa saya sebut ASTRI ini (hehe!) merupakan varian lain dalam pola Triangles. ASTRI memiliki karakteristik yang berbeda dengan Symetrical Triangle. Pola ini akan tetap memberikan sinyal bullish tanpa terpengaruh oleh trend sebelumnya. Artinya, pola ini dapat ditemui baik pada iringan trend bullish maupun bearish. Walaupun tergolong ke dalam kategori Continuation Chart Patterns, ASTRI terkadang juga menjadi pertanda terjadinya sebuah reversal. Namun memang, peran ASTRI sebagai Continuation Chart Pattern lebih sering ditemukan ketimbang sebagai Reversal Chart Pattern.
Gambar di atas menggambarkan meruncingnya resistance dengan support sebagai gambaran atas penyempitan pergerakan harga yang terjadi akibat semakin kecilnya tingkat fluktuasi. Lazimnya, formasi ini memiliki puncak-puncak yang sama tinggi (A – C – E) dengan lembah-lembah yang semakin meninggi (B – D – E). Hal tersebut dikarenakan pergerakan harga yang didominasi oleh kekuatan bullish namun tertahan pada titik harga tertentu sehingga menyebabkan koreksi berkali-kali. Walaupun Saya mengilustrasikan pola ini dengan enam kali titik pullback (A-B-C-D-E-F), namun sebetulnya pola ini hanya membutuhkan minimal empat titik pullback sebagai validasinya.
Dibutuhkan penembusan atas resistance sebagai konfirmasi pola ini. Dengan kata lain harga pada sesi tertentu–setelah puncak-puncak yang ada–haruslah ditutup di atas resistance. Target terdekat yang dapat disentuh harga selanjutnya bisa diperkirakan dengan memproyeksikan lembah pertama yang terbentuk (B) dengan garis resistance. Seperti ilustrasi di bawah ini:
Dan inilah Bull ASTRI yang terekam pada charts:
Gambar 31. Pola Bull Ascending Triangle pada pergerakan harga mata uang EUR/JPY awal tahun 2002, dilihat dari timeframe harian (daily charts).
Penargetan yang berlaku pada Bear ASTRI tidaklah berbeda dengan Bull ASTRI. Ia dapat diperkirakan dengan memproyeksikan jarak vertikal antara lembah B dengan garis resistance:
Berikut penampakan Bear ASTRI yang tertangkap kamera (#eh?):
Gambar 34. Pola Bear Ascending Triangle terbentuk pada mata uang EUR/JPY akhir tahun 2011, dilihat dari timeframe perjaman (hourly charts).
Gambar 35. Penampakan Bear Ascending Triangle yang masih sama dengan Gambar 34., namun dengan pengecilan tampilan (minimize) gambar.
- Descending Triangle
Descending Triangle (atau biasa saya sebut DESTRI) merupakan kebalikan dari pola Ascending Triangle (ASTRI). Pola ini akan tetap memberikan sinyal bearish tanpa pernah dipengaruhi oleh trend yang mengiringinya. Walaupun termasuk ke dalam golongan Continuation Chart Pattern, DESTRI pun terkadang menjadi sinyal / pertanda dari sebuah perubahan arah trend (reversal).
Gambar di atas menggambarkan meruncingnya support dengan resistance sebagai gambaran atas penyempitan pergerakan harga yang terjadi akibat semakin kecilnya tingkat fluktuasi. Lazimnya, formasi ini memiliki lembah-lembah yang sama rendah (A – C – E) dengan puncak-puncak yang semakin merendah (B – D – E). Hal tersebut dikarenakan pergerakan harga yang didominasi oleh kekuatan bearish namun tertahan pada titik harga tertentu sehingga menyebabkan impulsi berkali-kali. Walaupun Saya mengilustrasikan pola ini dengan enam buah titik pullback (A-B-C-D-E-F), namun sebetulnya dengan hanya minimal empat buah titik pulback validasi pola ini sudah cukup meyakinkan.
Konfirmasi atas validasi pola ini haruslah menunggu sampai harga ditutup di bawah / menembus garis support. Dan, metode proyeksi dapat diadopsi dalam penentuan target terdekat pola ini. Seperti gambar di bawah ini:
Berikut contoh pola Bear DESTRI yang nampak pada charts:
Gambar 38. Pola Descending Triangle yang diawali trend bearish (Bear DESTRI) terlihat pada pergerakan mata uang EUR/JPY pertengahan tahun 2010. Dilihat dari timeframe perjaman (hourly charts).
Seperti yang sudah Saya jelaskan, bahwa penamaan Bear DESTRI dimaksudkan untuk menunjukkan pola DESTRI yang terbentuk diawali dengan trend bearish sehingga dapat menjadi sinyal keberlanjutan bagi trend tersebut. Sebagai lawannya, pola DESTRI pun bisa menjadi sinyal perubahan arah trend atau reversal jika didahului dengan trend bullish. Pola DESTRI yang diawali trend bullish saya istilahkan sebagai Bull DESTRI. Seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Sama seperti Bear DESTRI, Bull DESTRI pun memerlukan penembusan garis support untuk konfirmasinya. Selanjutnya target terdekat yang akan disentuh oleh harga bisa kita perkirakan dengan metode proyeksi seperti gambar berikut:
Contoh Bull Descending Triangle pada charts:
Gambar 41. Pola Bull Descending Triangle nampak pada pair mata uang GBP (Poundsterling) terhadap US$ awal tahun 2008. Dilihat dengan timeframe harian (daily charts).
Flags
Dengan mendengar namanya saja mestinya Anda sudah bisa
membayangkan bentuk dari pola ini. Yap, pola yang termasuk Continuation
Chart Pattern ini memiliki bentuk menyerupai bendera. Pola Flags
termasuk ke dalam pola yang sering ditemui dalam charts. Pola ini biasa
ditemui pada kondisi trend yang sangat dinamis, yang mana trend yang
mengawalinya memiliki pergerakan yang tegas dan tanpa volatilitas yang
berarti. Seperti pada pola lainnya, pola Flags ditunjukkan dengan dua
buah garis yang (relatif) sejajar dan memiliki kemiringan yang
berlawanan dengan trend yang mengawalinya. Pola flags terbagi menjadi
dua berdasarkan trend yang mengawalinya. Pola Flags pada iringan trend
bullish disebut dengan Bullish Flag dan pada iringan trend bearish disebut dengan Bearish Flag. Seperti pada gambar di bawah ini:

Baik Bullish Flag maupun Bearish Flag, keduanya
membutuhkan penembusan garis resistance / support sebagai konfirmasinya.
Bullish Flag membutuhkan penembusan garis resistance sebagai konfirmasi
sedangkan Bearish Flag membutuhkan penembusan garis support sebagai
konfirmasi. Untuk selanjutnya target dapat ditentukan pula dengan metode
proyeksi seperti pola-pola sebelumnya. Check this out:

Berikut ini adalah contoh nyata dari pola Flags:

Gambar 46. Bullish Flag terlihat pada mata uang EUR/USD awal tahun 2009, dilihat dengan timeframe harian (daily charts).

Gambar 47. Bearish Flag terlihat pada pergerakan mata uang USD/CHF di penghujung tahun 2001 – awal 2002. Dilihat dengan timeframe harian (daily charts).
Pennants
Pennants memiliki banyak kesamaan dengan Flags. Selain
sama-sama tergolong Continuation Patterns, Pennants juga biasa ditemui
pada kondisi trend yang dinamis, yang mana memiliki pergerakan yang
tegas dan tanpa volatilitas berarti. Bentuknya yang hampir mirip dengan
pola Triangles membuat pola ini menjadi lebih mudah ditemui. Pennants
terbagi lagi ke dalam dua jenis berdasarkan trend yang mengawalinya.
Jika ia diawali dengan trend bullish, maka disebut dengan Bullish
Pennants. Sedangkan untuk yang diawali trend bearish disebut Bearish
Pennants. Berikut ilustrasinya:

Penembusan garis resistance / support diperlukann untuk
konfirmasi lanjutan pola ini. Selanjutnya target terdekat dapat
diperkirakan dengan metode proyeksi, seperti pada gambar di bawah:

Dan ini salah satu Pennants yang ditemui pada charts:

Gambar 52. Bearish Pennants menampakkan diri pada mata uang EUR/USD.
Rectangles
Pola ini merupakan pola yang paling banyak memiliki sebutan. Rectangles sering pula disebut sebagai Consolidation Pattern, Sideways Pattern, Greyness Pattern, Box Pattern, Trading Range pattern,
dsb. Sebutan-sebutan tersebut muncul dikarenakan bentuk dari pola ini
yang cenderung menyamping atau datar / flat. Pergerakan menyamping tadi
adalah gambaran dari pergerakan harga yang tertahan di antara support
dan resistance dengan range yang sempit. Pola ini termasuk Continuation
Chart Patterns karena sifatnya yang memberlanjutkan sebuah trend yang
mengawalinya setelah pola ini terkonfirmasi. Berbicara trend yang
mengawali, pola Rectangles terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: Bullish
Rectangle dan Bearish Rectangle. Dikatakan Bullish jika trend yang
mengawalinya adalah up-trend, dan dikatakan Bearish jika trend awalnya
downtrend.

Untuk memastikan konfirmasi dari pola ini support atau
resistance yang ada haruslah tertembus. Pada pola Bullish Rectangle
konfirmasi yang digunakan adalah penembusan resistance. Sedangkan pada
pola Bearish Rectangle, konfirmasinya ada pada penembusan support.
Seperti yang sudah-sudah, penentuan targetnya dapat memanfaatkan metode
proyeksi sebagai alat memprediksi.

Berikut salah satu contoh Rectangles yang terekam pada charts:

Gambar 57. Bullish Rectangle terlihat pada pergerakan mata uang EUR/USD. Dilihat dari timeframe harian (daily charts).
Cup and Handle
Terakhir yaitu Cup and Handle. Pola yang sering disingkat “CnH” ini
merupakan pola dengan akurasi sangat tinggi namun sangat sulit atau
jarang ditemui pada charts. Sesuai dengan arti namanya, CnH memiliki
bentuk yang sangat khas yang menyerupai “cangkir” dan “pegangannya”.
Uniknya, pola ini hanya bisa kita temui pada pergerakan harga yang
diawali trend bullish / naik. Meskipun memang tidak menutup kemungkinan
bahwa pola ini dapat terbentuk pada pergerakan harga turun / bearish,
namun sampai sejauh ini belum ada satupun statistik yang menunjukkan hal
tersebut.

Sama seperti pada pola lainnya, konfirmasi pada pola CnH
pun membutuhkan penembusan resistance pada “handle”nya. Target, untuk
selanjutnya, dapat ditentukan dengan metode proyeksi, seperti pada
ilustrasi di bawah ini:

Dan berikut contoh Cup and Handle yang tampak pada charts:

0 komentar:
Posting Komentar