Kali ini kita akan membahas varian lain dari harmonic pattern, yaitu Gartley pattern.
Pola ini diperkenalkan oleh seorang pialang saham bernama Harold
McKinley Gartley di pertengahan tahun 1930-an. Ia mengklaim bahwa dengan
metode ini ia bisa menjawab dua pertanyaan besar dalam dunia trading:
kapan waktunya buy dan kapan waktunya sell.
Tidak lama setelah Gartley
mempublikasikan temuannya, orang-orang mulai mencoba menerapkan metode
tersebut di instrumen selain saham. Sejak itulah banyak buku maupun
diskusi membahas metode Gartley tersebut.
Gartley pattern (atau juga disebut 222 pattern)
sebenarnya memiliki dasar yang sama dengan ABCD pattern. Perbedaannya
adalah pola ini didahului oleh kemunculan harga high (tertinggi) atau
low (terendah) yang signifikan.
Now, these patterns normally form when a
correction of the overall trend is taking place and look like ‘M’ (or
‘W’ for bearish patterns). These patterns are used to help traders find
good entry points to jump in on the overall trend.
Pola-pola ini biasanya akan terbentu
ketika terjadi koreksi dari sebuah trend. Biasanya juga terlihat seperti
huruf M atau W. Pola ini bisa membantu untuk menemukan entry point yang baik.


Pola Gartley terbentuk ketika harga
berada dalam uptrend atau downtrend namun telah mulai terlihat ada
tanda-tanda akan terjadi koreksi.
Yang menarik adalah bahwa ketika terjadi
titik balik (reversal) maka titik-titik reversal tersebut merupakan
level-level Fibonacci. Hal tersebut menjadikan pola ini menjadi
indikator yang kuat untuk potensi reversal.
Sayangnya, pola ini cukup sulit untuk
dikenali dan cukup riskan menimbulkan kebingungan karena banyaknya
Fibonacci yang ditarik. Kuncinya adalah: tarik Fibonacci satu per satu,
jangan bersamaan.
Pola Gartley sebenarnya mengandung pola ABCD yang telah dibahas di bagian pertama, hanya saja diawali oleh titik X.
Sebagai panduan bagi Anda, berikut ini adalah beberapa poin yang perlu diingat terkait dengan pola Gartley ini:
- Pergerakan AB harus merupakan koreksi sejauh 61.8% dari ergerakan XA.
- Pergerakan BC harus merupakan koreksi 38.2% (atau 88.6%) dari pergerakan AB.
- Jika koreksi BC merupakan koreksi 38.2% dari AB, maka CD harus merupakan perpanjangan 127.2% dari pergerakan BC. Namun jika BC merupakan koreksi sejauh 88.6% dari AB, maka CD merupakan perpanjangan sejauh 161.8% dari pergerakan BC.
- Pergerakan CD haruslah merupakan koreksi (retracement) 78.6% dari pergerakan XA.
0 komentar:
Posting Komentar